Kita Butuh Sosok Hilmar Farid Pimpin Kebudayaan

Rabu, 28 April 2021 06:57 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perlukah Mendikbud Nadiem Makarim 'membuang' Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid? Atau haruskah Presiden Jokowi serta Mas Menteri terprovokasi suara-suara yang menuntut Hilmar Farid diganti? Terlalu subyektif menggeser posisi Hilmar Farid sekarang cuma gara-gara polemik heboh yang mencuat belum lama tersebut.

Perlukah Mendikbud Nadiem Makarim 'membuang' Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid? Atau haruskah Presiden Jokowi serta Mas Menteri --begitu citra sebutan Nadiem dikenal-- terprovokasi dengan suara-suara di luar sana yang menuntut Hilmar Farid diganti?

Terlalu subyektif kiranya menggeser posisi Hilmar Farid sekarang cuma gara-gara polemik yang membuat heboh belum lama ini. Poleimik soal tidak masuknya Ulama besar Indonesia dan pendiri NU, Hadratus Syeikh KH Hasyim Asyari; atau tokoh pendiri bangsa M Natsir; dan atau pula pahlawan nasional HR Rasuna Said, dalam data kamus sejarah Kemendikbud yang terbit tahun 2017.

Atau juga karena Hilmar Farid yang dianggap tidak menggubris imbauan Unesco tentang tata kelola situs bersejarah di Medan, Sumatera Utara?

Jika dua alasan di atas yang menjadi dasar alasan mencopot Hilmar Farid dari pos Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, maka akan menjadi aneh. Bakal muncul keheranan lainnya. Dan Mas Menteri --utamanya lagi Presiden Jokowi-- sebaiknya tidak membuat keputusan yang aneh, yang mengherankan.

Bagaimana pun, harus diakui, Hilmar Farid adalah sosok mumpuni dalam hal kebudayaan. Latar belakang dirinya menegaskan soal itu. Hilmar sejak dulu telah aktif bergiat dalam bidang kebudayaan.

Hilmar dikenal sebagai aktivis sejarah budaya. Berbagai organisasi berbasis seni budaya dibentuknya dan menggerakkannya.

Saking minatnya pada lini seni budaya ditambah jaringan perkawanannya yang luas, membuat Hilmar Farid dapat merambah ke kancah Asian Regional Exchange for New Alternatives (ARENA) dan Inter-Asia Cultural Studies Society.

Secara pengalaman dan menjiwai kerja budaya, karakter Hilmar Farid rasanya tidak perlu lagi dipersoalkan.

Keyakinan pada kecakapan serta perhatian Hilmar terhadap budaya itulah yang membuat Presiden Jokowi mendapuknya sebagai Dirjen Kebudayaan pada tahun 2015.

Mempercayai Hilmar Farid mengurusi sektor kebudayaan di Kemendikbud merupakan pilihan tepat.

Yang dilakukan Presiden Jokowi nyata bukan bagi kekuasaan atau asal tunjuk. Meski di awal Hilmar Farid dipilih sebagai Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, muncul isu berembus sebagai "bagi jatah jabatan"  mantan relawan pemenangan.

Faktanya di perjalanan tugas Hilmar Farid, semua rumor miring tersebut mampu ditepis dengan bukti kinerja yang berpihak pada pemajuan kebudayaan nasional.

Hilmar benar-benar mengimplementasikan kecintaan dan minatnya selama ini dalam gerakan budaya ke perannya sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud.

Hilmar menggagas suatu ajang yang menunjukkan karya kekayaan budaya Indonesia dari daerah: Pekan Kebudayaan Nasional. Yang selama ini tak pernah ada dan belum dilakukan.

Hilmar merealisasikan amanat UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan: menggelar Kongres Kebudayaan Indonesia Tahun 2018.

Hilmar memperkuat jaringan pekerja budaya mulai di tingkat lokal dan nasional saat situasi pandemi dengan berbagai strategi, seperti penyiapan dana abadi kebudayaan maupun stimulus dana insentif agar tetap dapat berkreasi.

Hilmar melakukan apa yang diketahuinya. Hilmar tampak bergerak sesuai perhatian serta semangatnya selama ini pada kebudayaan Indonesia.

Kendati memang menuai kesalahan, namun mendepak Hilmar Farid dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud kiranya dapat disebut keputusan konyol. Jangan sampai Presiden Jokowi dan Mas Menteri terjerembab dalam keputusan konyol itu.

Seperti tidak seimbang mengaitkan sedikit kesalahan sebab kealpaan tak disengaja oleh Hilmar serta jajarannya dalam peristiwa kamus sejarah Kemendikbud dengan ketidakbecusannya bekerja.

Terasa tidak sama ukurannya saat kealpaan yang dilakukan Hilmar Farid dalam menyusun kamus sejarah Kemendikbud, lantas menganggap dirinya tidak berkualitas.

Melupakan tolak ukur lainnya yang telah dikerjakan Hilmar untuk pemajuan kebudayaan Tanah Air.

Untuk saat ini, kebudayaan Indonesia masih butuh karakter seperti Hilmar Farid. Yang memang jiwa dan pikirannya sejak dulu telah teruji maupun terfokus untuk pemajuan budaya nasional.*

Bagikan Artikel Ini
img-content
Dara Safira

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Analisis

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Analisis

Lihat semua